Senin, 30 Januari 2012

PUISI


DIKAKIMU


Aku mengembara
Badan lemah berdaya tiada

Tinggi gunung yang kudaki
Lepas mega menghadap wala

Berapa kali aku terhenti
Meebah diri melepas lelah
Sekali aku meninjau ke bawah
Takjub melihat permai permata

Mana rumahku mana hamlaman
Mata mencari kelihatan tiada
Sekalian menyatu indah semata
Terpaku diri memandang taman

Tuhanku,
 hati hasratkan Engkau!
Pimpin umat-Mu naik memuncak
Tempat mega tiada menutup

CERPEN


  LAILA


 Warna jingga di langit sebelah timur tampak indah menghiasi perkampungan Sungai Buluh, senja itu. Burung-burung beterbangan kembali pulang ke sarang. Suara adzan yang dikumandangkan terdengar begitu syahdu dan menentramkan hati. Mushala kecil di sebelah rumah Abah Rahmat telah ramai oleh jama’ah yang akan melaksanakan shalat maghrib.
            “Mak! O…Mak! Abah duluan yo.”Seru Abah rahmat.
            “Yo,lah. Dulu je tak ape.”Balas  Mak Rahmat.
Abah Rahmat dan Mak Rahmat adalah pasangan suami istri yang dikaruniai seorang anak permpuan bernama Laila. Namun, Abah dan Mak Rahmat hanya tinggal berdua saja di kampung Sungai Buluh. Karena Laila, sang buah hati pergi menuntut ilmu di Pondok Pesantren Syech Ahmad syafi’i. Sementara itu, setelah selesai melaksanakan shalat maghrib Abah Rahmat mengaji di ruang tangah. Tiba-tiba terdengar suara Mak Rahmat dari dapur.
            “Bah!”
            “Abah! Makannanya  sudah siap, mari  kite makan.”Kata Mak Rahmat.
Abah yang mendengar suara Mak Rahmat ,segera menyelesaikan kajinya.
            “Yo, lah Mak! Tunggu sebentar.”Seru Abah sambil melipat kain sarungnya.
Di meja makan, Mak Rahmat sudah menuggu. Abah berjalan menuju kursi di sebelah Mak Rahmat.
            “Bah?” Ucap Mak Rahmat lirih.Sementara kedua tangannya sibuk mengambilkan nasi untuk Abah.
            “ Ya, ada apa, Mak?” tanya Abah.
“Hm…”Mak Rahmat terdiam.
“Tak terasa sudah lima ahun lebih kite tak da jumpe Laila, anak kita.” Suara Mak Rahmat bergetar.
“Ya, Mak. Tapi sabarlah, karena waktu Laila untuk belajar di Pesantren tingggal lima bulan lagi. Setelah tu, kite ‘kan jumpe anak kite tercinte tu.” Nasihat Abah untuk Mak.
Mak Rahmat hanya tersenyum.
“Nah, sekarang waktu kite ‘tuk makan.” Kata Abah.
  Yo, lah. Mari.” Mak tersenyum.
      ***
Lima bulan telah berlalu …
Hari ini adalah hari pelepasan para santriawan dan santriwati yang telah menyelesaikan pendidikannya tahun ini. Dari kejauhan tampak seorang santriwati memakai jilbab putih, baju lengan panjang putih dan rok hitam panjang, tubuh tinggi dan ramping, menyandang tas di bahu sebelah kirinya serta menarik  kopor yang lumayan  besar menuju pintu gerbang. Laila. Ya, santriwati itu benama Laila, tepatnya Laila binti Rahmat. Hari ini Laila akan pulang ke kampungnya, karena Laila termasuk salah satu murid yang telah menyelesaikan pendidikan di Pesantren Syech Ahmad Syafi’i itu. Tepat saat Laila melangkahkan kaki kirinya di pintu gerbang, Laila menoleh melihat pesantren Syech Ahmad Syafi’i untuk terakhir kalinya. Setelah itu, Laila masuk ke dalam taksi yang entah sudah berapa lama menunggunya.
Sepanjang perjalanan, Laila terdiam, Laila membayangkan betapa buruknya prilaku dan tingkahlakunya dulu, tak ada sopan santun sedikit pun. Tak pernah Laila berkata “ya” jika disuruh oleh Abah atau Maknya. Bahkan Laila ini tak pernah bermain bersama anak  perempuan. Laila hanya bermain bersama anak laki-laki. Dan Laila pun pernah berantem hanya kerena masalah sepele. Laila menjadi seperti itu karena pengaruh seseorang  yang sangat Laila cintai. Laila harus berubah jika memang Laila mencintai pemuda itu. Oleh sebab itulah Laila dikirim ke pondok Pesantren untuk memperbaiki akhlaknya, selain itupun agarLaila lebih fokus untuk belajar. Laila tersadar dari lamunan masa lalunya, kini pikirannya sudah melayang ke rumah. Laila membayangkan wajah Abah dan Maknya yang pasti sangat bahagia sekali karena bertemu dengan anak semata wayangnya. Dalam hatinya Laila berkata,
            “Mak, Abah! Laila rindu.”
Laila tak sadar bahwa cairan putih bening mengalir di pipinya.
Setelah sampai di halte bus jurusan Jawa-Sumatra. Laila membayar ongkos taksi dan segera masuk loket untuk membeli karcis. Kemudian Laila masuk ke dalam bus. Setelah Laila menemukan kursinya, lalu Laila duduk dan melihat bangku di sebelahnya masih kosong, namun ada sebuah tas ransel di bangku itu. Jika dilihat dari tasnya, sepertinya Laila akan duduk bersebelahan dengan seorang pria. Beberapa saat kemudian, datanglah seorang pria memakai kemeja panjang warna hitam dipadu dengan jins biru. Badan yang tegap dan tinggi membuat pria ini semakin gagah. Namun, setelah pria ini menoleh ke arah Laila, betapa  terkejutnya Laila begitu pun dengan  pria itu.
            “Ismail !”Seru Laila.
“Laila”! Seru Ismail.
Kemudian mereka terdiam cukup lama dan sibuk dengan jalan pikiran masing-masing. Laila menunduk, sementara Ismail mengarahkan pandangannya keluar jendela bus. Ismail adalah masa lalu Laila. Mereka penah menjalin hubungan asmara sewaktu mereka duduk di bangku SMA. Namun, hubungan itu putus di tengah jalan yang entah apa sebabnya. Ismail, pemuda yang menjadi penyebab semua masalah dalam kehidupan Laila, sampai ia harus dikirim ke pesantren. Dan karena Ismail pulalah Laila membuat hati ibunya menangis. Sebab, Laila susah dinasehati dan kata-kata Laila selalu menyakitkan hati. Rupanya Laila teringat peristiwa itu, hatinya sedih dan air matanya pun mengalir.Melihat hal itu , Ismail merasa bersalah.

            “La,ini.”Ismail menyodorkan sapu tangan biru kepada Laila.
            “Terima kasih.”Laila menerima sapu tangan itu.
            “Laila, aku…aku minta maaf atas peristiwa dulu. Itu memang salah ku, aku telah membuat mu menjadi anak durhaka. Aku telah membuatmu sengsara, karena aku kamu berpisah  dengan kedua orang tuamu. Aku memang bodoh, La.”Terdengar ismail terisak menyesali perbuatannya.
“Sudahlah, Mail. Lupakan semua peristiwa itu. Itu masa lalu, Mail. Dan itu, hanya membuat aku tambah sedih.”Ucap Laila lirih.
“Tapi, Laila. Perbuatanku sugguh keterlaluan. Dan tak bisa ‘tuk dimaafkan lagi, La.”Ismail kembali terisak.
“ismail, kamu tak boleh cakap macam tu. Tak de kesalahan yang tak bisa dimaafkan.  Sedang Tuhan je Maha pemaaf. Pastilah kesalah-kesalah mu akan dimaafkan, asal kamu berjanji takkan mengulanginya lagi.”Ucap Laila.
Ismail mengangkat kepalanya dan menatap wajah Laila, tampak matannya merah  dan sembab .
“Laila, kamu…kamu sudah berubah kini. Kamu gadis yang lembut, baik hati dan pemaaf. Aku senang kini kamu telah berubah.”Ucap Ismail dengan mata berbinar-binar.


            “Laila, maukah kamu berjanji padaku?”tanya Ismail.
            “Berjanji?! Berjanji tuk ape, Mail?”Laila balik bertanya.
“Berjanji tuk  tidak menjadi Laila seperti dulu. Karena Laila yang dulu selalu menyakiti hati setiap orang, Laila yang dulu selalu membangkang perintah orang tua. Dan penyebab semua itu adalah aku. Kamu tak boleh dekat-dekat aku, karena nanti kamu ‘kan menjadi anak durhake lagi.”Ujar Ismail.
“Ya, Insya Allah aku berjanji. Tapi…’tuk tidak dekat-dekat kamu aku tak bisa. Karena walau bagaimanapun kamu tetap sahabat ku. Meski kini suasana dan kondisi sudah berubah.”Ucap Laila.
Suasana menjadi sepi, karena Laila dan Ismail kini terdiam. Yang terdengar hanya suara bus yang melaju kencang dan deru angin yang semilir berebut masuk melalui celah jendela yang terbuka sedikit. Kedua pemuda ini  hanyut dalam mimpi bersama yang lainnya.
             
                                               
SEKIAN

Tugas morfologi Lanjut


Tugas morfologi  bahasa indonesia
Nama : Darni
Kelas : 4 e
NPM : 106212031

1.      KONFIKS
Konfiks terbagi atas 2 macam yakni :
a.       Apitan
Apitan adalah sebuah kata yang telah mendapatkan awalan dan imbuhan secara serentak.
Contoh :
1.      “kegelapan”
                            Kalimat : mereka kegelapan karena lampunya mati.
                                          kegelapan
                                      
                                          ke-an           gelap
2.     “kehormatan”
Kalimat : kehormatan diberikan kepada ibu Roziah,. S.pd, M,A
       kehormatan
                             
                ke-an        hormat
3.     “melanjutkan”
Kalimat : mereka melanjutkan perjalanan menuju kampus
       melanjutkan

                                            me-kan      lanjut
4.        “kehujanan”
Kalimat : kami kehujanan setelah pulang dari kampus
         kehujanan

                                            ke-an        hujan
5.     “pendapatan”
Kalimat : pendapatan dari usaha dagangnya sangat besar
pendapatan

                        pe-an    dapat


b.      Gabungan

                        Gabungan adalah sebuah kata yang yang mendapat imbuhan dan akhiran yang hanya memiliki satu satu makna saja.
Contoh :
1.     Perjalanan
             Kalimat : perjalanan menuju gunung itu sangat melelahkan
                                          perjalanan

                                        per-      jalan

                                                       /an        jalan




2.     Mengambilkan
         Kalimat : saya mengambilkan makanan itu untuk nenek
                         mengambilkan

                      meng-      ambil
                               
                                 /kan      ambil
3.     Ketahuan
                      Kalimat : siswa ketahuan menyontek sa’at ujian semester
                                    ketahuan
                     
                      ke-                           tahu
                                              
                                               /an         tahu
4.     Kesinaran
Kalimat : pohon anggur itu tidak kesinaran matahari.
      kesinaran

              ke-           sinar
                       
                        /an         sinar
5.     Menyatukan
                        Kalimat : kami menyatukan setiap pendapat anggota.
                                    menyatukan
                                me-           satu
                                            /kan      satu