|
“Mak! O…Mak! Abah duluan yo.”Seru
Abah rahmat.
“Yo,lah. Dulu je tak ape.”Balas Mak Rahmat.
Abah Rahmat dan Mak Rahmat adalah pasangan suami
istri yang dikaruniai seorang anak permpuan bernama Laila. Namun, Abah dan Mak
Rahmat hanya tinggal berdua saja di kampung Sungai Buluh. Karena Laila, sang
buah hati pergi menuntut ilmu di Pondok Pesantren Syech Ahmad syafi’i.
Sementara itu, setelah selesai melaksanakan shalat maghrib Abah Rahmat mengaji
di ruang tangah. Tiba-tiba terdengar suara Mak Rahmat dari dapur.
“Bah!”
“Abah! Makannanya sudah siap, mari kite makan.”Kata Mak Rahmat.
Abah yang mendengar suara Mak Rahmat ,segera
menyelesaikan kajinya.
“Yo, lah Mak! Tunggu sebentar.”Seru
Abah sambil melipat kain sarungnya.
Di meja makan, Mak Rahmat sudah menuggu. Abah
berjalan menuju kursi di sebelah Mak Rahmat.
“Bah?” Ucap Mak Rahmat
lirih.Sementara kedua tangannya sibuk mengambilkan nasi untuk Abah.
“ Ya, ada apa, Mak?” tanya Abah.
“Hm…”Mak Rahmat terdiam.
“Tak terasa sudah lima ahun lebih kite tak da jumpe
Laila, anak kita.” Suara Mak Rahmat bergetar.
“Ya, Mak. Tapi sabarlah, karena waktu Laila untuk
belajar di Pesantren tingggal lima bulan lagi. Setelah tu, kite ‘kan jumpe anak
kite tercinte tu.” Nasihat Abah untuk Mak.
Mak Rahmat hanya tersenyum.
“Nah, sekarang waktu kite ‘tuk makan.” Kata Abah.
“ Yo, lah.
Mari.” Mak tersenyum.
***
Lima bulan telah berlalu …
Hari ini adalah hari pelepasan para santriawan dan
santriwati yang telah menyelesaikan pendidikannya tahun ini. Dari kejauhan
tampak seorang santriwati memakai jilbab putih, baju lengan panjang putih dan
rok hitam panjang, tubuh tinggi dan ramping, menyandang tas di bahu sebelah
kirinya serta menarik kopor yang
lumayan besar menuju pintu gerbang.
Laila. Ya, santriwati itu benama Laila, tepatnya Laila binti Rahmat. Hari ini
Laila akan pulang ke kampungnya, karena Laila termasuk salah satu murid yang
telah menyelesaikan pendidikan di Pesantren Syech Ahmad Syafi’i itu. Tepat saat
Laila melangkahkan kaki kirinya di pintu gerbang, Laila menoleh melihat
pesantren Syech Ahmad Syafi’i untuk terakhir kalinya. Setelah itu, Laila masuk
ke dalam taksi yang entah sudah berapa lama menunggunya.
Sepanjang perjalanan, Laila terdiam, Laila
membayangkan betapa buruknya prilaku dan tingkahlakunya dulu, tak ada sopan
santun sedikit pun. Tak pernah Laila berkata “ya” jika disuruh oleh Abah atau
Maknya. Bahkan Laila ini tak pernah bermain bersama anak perempuan. Laila hanya bermain bersama anak
laki-laki. Dan Laila pun pernah berantem hanya kerena masalah sepele. Laila
menjadi seperti itu karena pengaruh seseorang
yang sangat Laila cintai. Laila harus berubah jika memang Laila mencintai
pemuda itu. Oleh sebab itulah Laila dikirim ke pondok Pesantren untuk
memperbaiki akhlaknya, selain itupun agarLaila lebih fokus untuk belajar. Laila
tersadar dari lamunan masa lalunya, kini pikirannya sudah melayang ke rumah.
Laila membayangkan wajah Abah dan Maknya yang pasti sangat bahagia sekali
karena bertemu dengan anak semata wayangnya. Dalam hatinya Laila berkata,
“Mak, Abah! Laila rindu.”
Laila tak sadar bahwa cairan putih bening mengalir
di pipinya.
Setelah sampai di halte bus jurusan Jawa-Sumatra.
Laila membayar ongkos taksi dan segera masuk loket untuk membeli karcis.
Kemudian Laila masuk ke dalam bus. Setelah Laila menemukan kursinya, lalu Laila
duduk dan melihat bangku di sebelahnya masih kosong, namun ada sebuah tas
ransel di bangku itu. Jika dilihat dari tasnya, sepertinya Laila akan duduk
bersebelahan dengan seorang pria. Beberapa saat kemudian, datanglah seorang
pria memakai kemeja panjang warna hitam dipadu dengan jins biru. Badan yang
tegap dan tinggi membuat pria ini semakin gagah. Namun, setelah pria ini
menoleh ke arah Laila, betapa
terkejutnya Laila begitu pun dengan
pria itu.
“Ismail !”Seru Laila.
“Laila”! Seru Ismail.
Kemudian mereka terdiam cukup lama dan sibuk dengan
jalan pikiran masing-masing. Laila menunduk, sementara Ismail mengarahkan
pandangannya keluar jendela bus. Ismail adalah masa lalu Laila. Mereka penah
menjalin hubungan asmara sewaktu mereka duduk di bangku SMA. Namun, hubungan
itu putus di tengah jalan yang entah apa sebabnya. Ismail, pemuda yang menjadi
penyebab semua masalah dalam kehidupan Laila, sampai ia harus dikirim ke
pesantren. Dan karena Ismail pulalah Laila membuat hati ibunya menangis. Sebab,
Laila susah dinasehati dan kata-kata Laila selalu menyakitkan hati. Rupanya
Laila teringat peristiwa itu, hatinya sedih dan air matanya pun mengalir.Melihat
hal itu , Ismail merasa bersalah.
“La,ini.”Ismail menyodorkan sapu
tangan biru kepada Laila.
“Terima kasih.”Laila menerima sapu
tangan itu.
“Laila, aku…aku minta maaf atas
peristiwa dulu. Itu memang salah ku, aku telah membuat mu menjadi anak durhaka.
Aku telah membuatmu sengsara, karena aku kamu berpisah dengan kedua orang tuamu. Aku memang bodoh,
La.”Terdengar ismail terisak menyesali perbuatannya.
“Sudahlah, Mail. Lupakan semua peristiwa itu. Itu
masa lalu, Mail. Dan itu, hanya membuat aku tambah sedih.”Ucap Laila lirih.
“Tapi, Laila. Perbuatanku sugguh keterlaluan. Dan
tak bisa ‘tuk dimaafkan lagi, La.”Ismail kembali terisak.
“ismail, kamu tak boleh cakap macam tu. Tak de
kesalahan yang tak bisa dimaafkan.
Sedang Tuhan je Maha pemaaf. Pastilah kesalah-kesalah mu akan dimaafkan,
asal kamu berjanji takkan mengulanginya lagi.”Ucap Laila.
Ismail mengangkat kepalanya dan menatap wajah Laila,
tampak matannya merah dan sembab .
“Laila, kamu…kamu sudah berubah kini. Kamu gadis
yang lembut, baik hati dan pemaaf. Aku senang kini kamu telah berubah.”Ucap
Ismail dengan mata berbinar-binar.
“Laila, maukah kamu berjanji
padaku?”tanya Ismail.
“Berjanji?! Berjanji tuk ape,
Mail?”Laila balik bertanya.
“Berjanji tuk
tidak menjadi Laila seperti dulu. Karena Laila yang dulu selalu
menyakiti hati setiap orang, Laila yang dulu selalu membangkang perintah orang
tua. Dan penyebab semua itu adalah aku. Kamu tak boleh dekat-dekat aku, karena
nanti kamu ‘kan menjadi anak durhake lagi.”Ujar Ismail.
“Ya, Insya Allah aku berjanji. Tapi…’tuk tidak
dekat-dekat kamu aku tak bisa. Karena walau bagaimanapun kamu tetap sahabat ku.
Meski kini suasana dan kondisi sudah berubah.”Ucap Laila.
Suasana menjadi sepi, karena Laila dan Ismail kini
terdiam. Yang terdengar hanya suara bus yang melaju kencang dan deru angin yang
semilir berebut masuk melalui celah jendela yang terbuka sedikit. Kedua pemuda
ini hanyut dalam mimpi bersama yang
lainnya.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar